Partisipasi swasta di sektor transportasi laut masih rendah

0
558

JAKARTA: Partisipasi swasta dinilai masih rendah dalam menciptakan layanan transportasi laut yang saling terhubung atau konektivitas laut menyusul tingginya risiko usaha di sektor itu.

Dosen Maritim Institut Teknologi 10 November Surabaya Saut Gurning mengatakan rendahnya partisipasi swasta dan BUMN untuk mendukung konektivitas di jaringan angkutan laut karena  tingginya resiko usaha di sektor tersebut.

Menurut dia, fakta adanya ketidakseimbangan ketersediaan kargo antarkoridor ekonomi menyebabkan tarif angkutan laut menjadi mahal sehingga kalangan swasta sangat berhati-hati dalam berinvestasi.

Untuk itu, katanya, pemerintah diminta memprioritaskan konektivitas transportasi laut guna mendongrak pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pemerintah dapat terlibat  mendanai proyek baru dalam memperkuat konektivitas laut itu,” katanya, kemarin.

Dia menjelaskan selain terlibat langsung dalam mendanai proyek, pemerintah dapat berperan dalam menciptkan iklim partisipasi swasta dan BUMN dalam kerangka public private partnership (PPP).

Saut mengingakan  pelaku usaha di sektor maritim tidak akan nyaman mengangkut kargo dari Jawa menuju Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara jika tidak ada kargo balik yang dapat menutupi biaya angkut mereka.

Dampaknya, katanya, biaya angkut dari dan ke koridor tersebut menjadi lebih mahal dibandingkan koridor lainnya. Efeknya berimbas pada rendahnya trafik pelabuhan dan  permintaan pembangunan kapal di wilayah ini.

Dia menjelaskan kondisi itu akan memberikan dampak lanjutan yakni adanya peralihan kepada moda angkutan darat termasuk udara, padahal ongkosnya lebih besar akibat kemampuan unit angkutnya jeuh lebih rendah dibandingkan dengan angkutan laut.

Berdasarkan catatan Bisnis, biaya pengirimanmbarang dalam kontainer dari Pelabuhan Tanjung Priok ke sejumlah pelabuhan di Papua  melonjak lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan tarif ideal.

Biaya angkut itu melonjak hingga Rp20 juta per twenty feet equivalent units (TEUs) dari tarif yang semestinya diperhitungkan yakni sekitar Rp5 juta per TEUs ke kawasan tertimur Indonesia tersebut.

Tarif kontainer berukuran 20 TEUs dari Jakarta ke Merauke yang jaraknya sekitar 2.300 mil mencapai Rp20 juta per TEUs, atau sekitar 15 kali lipat dibandingkan dengan tarif kontainer Jakarta–Makassar dengan jarak 870 mil.

Sementara tarif kontainer pada rute Jakarta-Manokwari tercatat sebesar Rp 16 juta per TEUs. Di sisi lain, tarif pengiriman dari ketiga pelabuhan di Papua tersebut menuju Jakarta justru lebih murah.

Data Kadin itu mencatat tarif kontainer dari Merauke ke Jakarta tercatat sebesar Rp 18 juta per TEUs, sedangkan dari Jayapura dan Manokwari masing-masing sebesar Rp9,5 juta dan Rp 5,5 juta per TEUs.

Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia Logistic and Forwarding Association (ILFA) Iskandar Zulkarnain mengatakan biaya logistik yang tinggi dari Jakarta ke sejumlah pelabuhan di Papua dipicu oleh terbatasnya operator yang melayani rute itu.

Selain ketersediaan ruang kapal yang terbatas, faktor muatan juga ikut berkontribusi dalam meningkatkan tarif kontainer di rute itu. “Ada faktor ketersediaan operator dan muatan yang terbatas,” ujarnya.

 

Comments are closed.