IMO Wajibkan Verified Gross Mass (VGM) Mulai 1 Juli 2016

99
5187
SAMSUNG CSC

(maritimedia.com) – SURABAYA – International Maritime Organization (IMO) telah mengamandemen Safety of Life at Sea (SOLAS) Convention (Chapter VI, part A, regulation 2) tentang verified Gross Mass (VGM). Kewajiban VGM atau verifikasi berat kotor container ekspor ini diberlakukan mulai 1 juli 2016.

Pemerintah Inggris telah melakukan penyelidikan resmi terhadap kegagalan struktur MSC Napoli  pada 2007 dan memperlihatkan dimana ada 20 persen dari container di dek kapal memiliki bobot actual yang berbeda lebih dari 3 ton bobot yang dinyatakan dalam manifes kargo. Dan perbedaan terbesar adalah 20 ton dan jumlah total peti kemas 20 persen dinyatakan keliru adalah 312 ton lebih dari manifes kargo.

Selain itu, Bea Cukai Ukraina selama dua minggu pada Oktober 2012 menimbang seluruh container yang dibongkar dipelabuhan. Dan ditemukan 56 persen peti kemas memiliki bobot aktual lebih besar daripada yang tertera di manifes kargo perusahaan pengangkut.  Begitu juga dengan Bea Cukai Polandia dan Bea Cukai India juga menemukan hal yang sama.

Sebelum tahun 2014, konvensi SOLAS hanya memberlakukan persyaratan bahwa shipper (pengirim) menyediakan informasi berat kotor peti kemas bagi nahkoda dan memastikan berat container  yang sebenarnya sesuai dengan  isi yang tertera di manifest.

Persoalannya siapa yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap verifikasi berat kotor container. Sedangkan operator terminal dan pemilik kapal (carrier) hanya dapat merencanakan secara aman menurut data yang tersedia.

Hal ini memberi arti bahwa pelabuhan tidak membutuhkan persiapan terhadap peraturan IMO/SOLAS terkait verifikasi berat kotor peti kemas, bagian yang juga penting dalam kaitan legislasi yang memastikan stowage plan yang baik berdasarkan informasi berat kotor peti kemas.

Karena itulah IMO mengamandemenkan SOLAS, dimana prinsip dasar dari amandemen baru SOLAS tersebut adalah sebelum container dapat dimuat diatas kapal, bobotnya harus ditentukan melalui penimbangan terlebih dahulu.

Ada dua metode yang diijinkan dalam pemeriksaan berat yakni, pertama menimbang container yang sudah dikemas dan yang kedua menimbang muatan dan isinya serta menambahkan berat kotor pada peti kemas.

Dalam penimbangan peti kemas, shipper dapat menggunakan jasa BCO’s atau forwarder lain yang dibenarkan dalam menentukan berat peti kemas menggunakan metode 1 atau metode 2, akan tetapi shipper tetap bertanggungjawab terhadap verifikasi bobot peti kemas tersebut.

Prinsip dasar lainnya, peralatan pengukur berat harus memiliki sertifikasi nasional dan lulus uji kelayakan. Disini pemerintah dapat menerapkan pelaksanaan batas toleransi, namun tidak membebaskan kewajiban shipper dalam menyediakan verifikasi bobot peti kemas yang diperoleh melalui penimbangan.

Verifikasi bobot peti kemas bagi shipper bermanfaat mengurangi resiko kerusakan kargo sedangkan bagi carriers meningkatkan keamanan untuk awak dan kapal, penghematan waktu dengan mengurangi pemuatan kembali dan menghindari pembatalan pada menit akhir.

Comments are closed.